Monday, December 31, 2007

1. Pendahuluan

Pengertian
Definisi perilaku pada kamus berupa bertindak, bereaksi atau berfungsi dalam suatu cara tertentu sebagai respon terhadap beberapa rangsangan (stimulus). Banyak perilaku memang terdiri atas aktivitas otot yang dapat diamati secara eksternal, yaitu komponen bertindak dan bereaksi dari definisi tersebut. Perilaku adalah suatu aktivitas yang merupakan reaksi satu sel atau lebih, lebih dari satu organ, bahkan lebih dari satu sistem organ (kecuali jika organisme tersebut terdiri dari 1 sel). Jadi perilaku mencakup seluruh individu dan ditujukan terhadap lingkungan di luar individu. Perilaku disebut juga Etologi (Y: ethos = sifat, kebiasaan) yaitu bekerja di lapangan. Sedangkan Psikologi (Y: psyche = jiwa, semangat) yaitu bekerja di laboratorium.
Ketika kita mengamati perilaku tertentu, kita cenderung untuk menanyakan pertanyaan proksimat (jangka pendek) dan pertanyaan ultimat (akhir). Dalam kajian perilaku hewan, pertanyaan proksimat adalah mekanistik, berkaitan dengan stimulus lingkungan yang memicu suatu perilaku, dan juga mekanisme genetik dan fisiologis yang mendasari suatu tindakan perilaku. Pertanyaan ultimat berkenaan dengan makna evolusioner perilaku. Untuk menekankan perbedaan (dan juga hubungan) antara kausasi proksimat dan ultimat, perhatikan pengamatan Magnolia Warbler, seperti banyak hewan lainnya, kawin pada musim semi dan pada awal musim panas. Dalam artian kausasi proksimat, suatu hipotesis yang masuk akal adalah bahwa perkawinan dipicu oleh pengaruh peningkatan panjang siang hari pada fotoreseptor hewan tersebut. Banyak hewan dapat distimulasi untuk mulai kawin secara eksperimental dengan memperpanjang pemaparan hariannya pada cahaya. Stimulus ini akan mengakibatkan perubahan neural dan hormonal yang menstimulasi perilaku, yang berhubungan dengan reproduksi, seperti berkicau dan pembuatan sarang pada burung.
Magnolia Warbler (Dendroica magnolia)

Berlawanan dengan pertanyaan proksimat, pertanyaan ultimat mengambil bentuk seperti: Kenapa seleksi alam lebih memilih perilaku ini dan bukan perilaku lainnya yang berbeda? Hipotesis yang megajukan pertanyaan “mengapa” mengemukakan bahwa perilaku dapat memaksimalkan kelestarian hidup (fitness) dengan beberapa cara tertentu. Suatu hipotesis yang masuk akal tentang mengapa banyak hewan berreproduksi pada musim semi dan awal musim panas adalah karena pada waktu tersebut perkawinan paling produktif atau adaptif (dapat menyesuaikan diri). Bagi burung pengicau dan banyak burung lainnya, persediaan serangga yang berlimpah pada musim semi menyediakan banyak makanan untuk pertumbuhan keturunannya dengan cepat. Individu yang mencoba kawin pada waktu lain selain musim semi akan mengalami kerugian selektif. Peningkatan panjang siang hari itu sendiri memiliki signifikansi adaptif yang kecil, tetapi karena peningkatan panjang siang hari merupakan indikator yang paling dapat dipercaya mengenai musim dalam satu tahun, telah terjadi seleksi pada mekanisme proksimat yang bergantung pada peningkatan panjang siang hari. Ringkasnya, mekanisme proksimat menghasilkan perilaku yang akhirnya dievolusikan karena mekanisme tersebut meningkatkan kelestarian hidup dengan beberapa cara tertentu. Para ahli biologi perilaku juga menggunakan metode komparatif biologi filogenetik untuk memformulasikan hipotesis mengenai evolusi perilaku. Pohon filogenetik (silsilah) yang didasarkan pada data molekuler, morfologis dan perilaku yang menggambarkan sejarah evolusi yang paling mungkin pada suatu kelompok spesies yang sangat erat hubungannya, memungkinkan para peneliti memperkirakan kapan suatu perilaku tertentu muncul dalam suatu garis keturunan, apakah perilaku tersebut muncul sekali atau secara berulang-ulang, dan jenis perilaku yang mana yang ditemukan pada leluhurnya?

Perilaku dihasilkan oleh gen dan faktor-faktor lingkungan
Ada anggapan bahwa perilaku disebabkan oleh pengaruh gen (nature atau alam) atau oleh pengaruh lingkungan (nurture atau pemeliharaan). Sejauh mana gen dan lingkungan mempengaruhi sifat fenotipik, yang meliputi sifat perilaku? Fenotipe bergantung pada gen dan lingkungan, sifat atau ciri perilaku memiliki komponen genetik dan lingkungan, seperti halnya semua sifat anatomis dan fisiologis seekor hewan.
Seperti ciri fenotipik lainnya, perilaku memperlihatkan suatu kisaran variasi fenotipik (suatu “norma reaksi”) yang bergantung pada lingkungan, di mana genotipe itu diekspresikan. Studi kasus mengenai lovebird (sejenis burung) menujukkan perilaku dengan pengaruh genetik yang kuat. Namun demikian terdapat suatu norma reaksi. Perilaku dapat diubah oleh pengalaman di lingkungan. Pada sisi lainnya, bentuk penyelesaian masalah yang paling berkembang ditandai oleh norma reaksi yang sangat luas. Namun demikian, perilaku juga memiliki suatu komponen genetik, perilaku bergantung pada gen-gen yang ekspresinya menghasilkan sistem neuron yang tanggap terhadap kemajuan pembelajaran. Sebagian besar ciri perilaku adalah filogenetik, dengan norma reaksi yang luas.
Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku adalah semua kondisi dimana gen yang mendasari perilaku itu diekspresikan. Hal ini meliputi lingkungan kimiawi di dalam sel, dan juga semua kondisi hormonal dan kondisi kimiawi dan fisik yang dialami oleh seekor hewan yang sedang berkembang di dalam sebuah sel telur atau di dalam rahim. Perilaku juga meliputi interaksi beberapa komponen sistem saraf hewan dengan efektor, dan juga berbagai interaksi kimia, penglihatan, pendengaran, atau sentuhan dengan organisme lain.
Pada percobaan persilangan antara dua spesies yang berkerabat dekat, tetapi mempunyai pola-pola perilaku bawaan yang berlainan. Yaitu pada burung betet Fischer yang menggunakan paruh untuk membawa bahan sarangnya, dengan burung betet dari Afrika yang membawa bahan sarang dengan menyelipkan dalam bulu-bulunya. Pada F1, hanya dapat membawa bahan sarang dengan paruhnya, tetapi burung itu selalu membuat gerakan mencoba menyelipkan bahan pembuat sarang ke dalam bulu-bulunya dulu (lihat gambar di bawah).


Komponen genetik dan lingkungan dari perilaku: suatu studi kasus

(1) Beberapa spesies burung beo Afrika berwarna cerah, yang umum dikenal sebagai lovebird, membangun sarang berbentuk mangkuk di dalam lubang pohon. Betina secara khusus membuat sarang dengan lembaran tipis tumbuh-tumbuhan (atau di laboratorium menggunakan kertas) yang mereka potong dengan paruhnya. Pada satu spesies, lovebird Fisher (Agapornis fischeri), burung tersebut memotong lembaran relatif panjang dan membawa lembaran-lembaran tersebut ke sarangnya satu per satu di dalam paruhnya.
(2) Sebagai pembanding, lovebird bermuka peach (A. roseicollis) memotong lembaran yang lebih pendek dan umumnya membawa beberapa potong sekaligus dengan cara menjepit di dalam bulu pada bagian ekornya. Penjepitan di bulu ekor ini merupakan perilaku yang kompleks, karena potongan-potongan itu harus dipegang dengan tepat dan didorong dengan kuat, kemudian bulu diratakan.
(3) Kedua spesies ini berkerabat dekat dan telah dicoba dikawinsilangkan. Betina hasil persilangan (hybrid) memperlihatkan jenis perilaku membangun sarang yang intermediet (pertengahan). Lembaran yang dipotong oleh burung hybrid panjangnya juga intermediet; bahkan lebih menarik lagi adalah cara burung hybrid menangani potongan itu. Burung hybrid tersebut umumnya membuat beberapa upaya untuk menjepit potongan itu kedalam bulu ekornya, tetapi pada beberapa kasus burung tersebut tidak mau pergi setelah memutar dan mendorong sedikit lembaran-lembaran tersebut. Pada kasus lain, potongan lembaran tersebut dimanipulasikan atau disisipkan secara tidak tepat atau hanya dijatuhkan. Hasilnya adalah kegagalan total dalam pengangkutan potongan bahan pembuat sarang dengan metode ini. Akhirnya, burung itu belajar mengangkut potongan itu dalam paruhnya. Meskipun demikian, burung hybrid tersebut paling tidak selalu melakukan upaya penyelipan secara simbolis.
(4) Setelah beberapa tahun, burung-burung hybrid masih memutar kepalanya ke belakang sebelum terbang membawa potongan bahan pembuat sarang tersebut. Pengamatan ini menunjukkan bahwa perbedaan fenotipik dalam perilaku kedua spesies didasarkan pada perbedaan genotipe. Kita juga dapat melihat bahwa perilaku itu dapat diubah melalui pengalaman; burung hybrid akhirnya belajar mengangkut potongan bahan pembuat sarang tersebut.

Interpretasi
Dalam mengamati perilaku, kita cenderung untuk menempatkan diri kita pada organisme yang kita amati, yakni dengan menganggap bahwa organisme tadi melihat dan merasakan seperti kita. Ini adalah antropomorfisme (Y: anthropos = manusia), yaitu interpretasi perilaku organisme lain seperti perilaku manusia. Semakin kita merasa mengenal suatu organisme, semakin kita menafsirkan perilaku tersebut secara antropomorfik. Karena itu sedapat mungkin kita jangan membahas kegiatan suatu organisme dengan bahasa manusia, ini adalah sulit! Akibatnya bahasa ahli perilaku itu terasa aneh dan janggal bagi manusia.

Kesulitan yang lain
Misalnya antara manusia dengan anjing. Manusia hidup dalam dunia yang terutama berdasar penglihatan. Dunia penglihatan manusia terutama terdiri dari warna, bentuk dan gerak. Sedangkan anjing tidak dapat mengenali warna dan tidak dapat membedakan bentuk sebaik yang dilakukan manusia. Anjing dapat mendengar suara-suara yang tidak dapat didengarkan manusia. Hal tersebut terbukti dengan peluit khusus yang dapat memanggil anjing, tetapi manusia tidak dapat mendengar bunyi peluit tersebut.
Karena itu dalam mempelajari perilaku hewan, sangatlah penting untuk menentukan reseptor apa saja yang dimilikinya dan berapa jauh kepekaannya. Karena itu kita terpaksa bergantung pada alat-alat yang dapat menterjemahkan hal-hal yang tidak dapat dilihat supaya menjadi terlihat.
Misalnya : bunga tampak putih, tetapi bagi lebah warnanya lain. Karena lebah melihat dengan cahaya ultra violet, yaitu cahaya dengan panjang gelombang yang tidak dapat dilihat oleh mata manusia. Karena itu kita dapat melihat dengan mengambil foto dengan film yang peka terhadap gelombang cahaya tersebut.

Etologi klasik merupakan awal dari pendekatan evolusioner terhadap biologi perilaku
Biologi perilaku modern bersumber dari suatu penelitian di lapangan yang dikenal sebagai etologi, dimulai pada tahun 1930-an oleh para naturalis yang mencoba memahami bagaimana berbagai ragam hewan berperilaku dalam habitat alamiahnya. Yang paling terkenal adalah Karl von Frisch, Konrad Lorenz, dan Niko Tinbergen, yang bersama-sama memperoleh hadiah Nobel ada tahun 1973 untuk penemuan mereka (lihat gambar di bawah).
Percobaan Niko Tinbergen pada perilaku penentuan lokasi sarang
pada tawon penggali

Seekor tawon penggali betina menggali dan merawat empat atau lima sarang bawah tanah yang terpisah satu sama lain. Ia akan terbang ke setiap sarang itu setiap hari, membawa makanan ke larva tunggal yang ada pada masing-masing sarang. Ahli biologi Niko Tinbergen merancang suatu percobaan di lapangan untuk menguji hipotesisnya bahwa tawon itu menggunakan petunjuk visual (landmark) untuk melacak di mana sarangnya berada. Pertama, Tinbergen menandai sebuah sarang lebah dengan lingkaran pohon pinus.
Seekor induk tawon itu menguji sarang tersebut dan terbang, Tinbergen memindahkan lingkaran buah pohon pinus itu beberapa meter ke salah satu sisi sarang itu. Ketika tawon itu kembali, ia terbang ke bagian tengah lingkaran buah pohon pinus itu, tidak ke sarang sebelumnya yang ada di sampingnya. Hasil percobaan seperti ini mendukung hipotesis bahwa tawon-tawon tersebut dapat mempelajari petunjuk visual yang baru.

Pada percobaan selanjutnya, Tinbergen mengembalikan kumpulan buah pohon pinus itu ke sarang yang sesungguhnya akan tetapi mengaturnya dalam formasi segi tiga bukan lingkaran. Ia menempatkan sebuah lingkaran batu kesalah satu sisi sarang tersebut. Tawon yang kembali itu terbang ke lingkaran batu, suatu hasil yang mendukung hipotesis bahwa serangga itu telah mendapat petunjuk oleh susunan petunjuk-petunjuk itu, bukan oleh fisik obyek itu sendiri. Dengan demikian, penyebab proksimat perilaku pencarian sarang pada tawon itu adalah petunjuk lingkungan yang diberikan oleh susunan petunjuk dan respon yang ditimbulkan pada hewan tersebut. Untuk kausasi ultimat, suatu hipotesis yang masuk akal adalah bahwa kelestarian hidup tawon itu ditingkatkan oleh kemampuan betina untuk menyimpan informasi mengenai sarangnya dan untuk menggunakan informasi tersebut untuk menemukan dan merawat sarang-sarangnya.

Pertanyaan bagaimana hewan dapat melakukan banyak perilaku tanpa pernah melihat perilaku tersebut dilakukan oleh individu lainnya merupakan salah satu topik utama penelitian ekologis awal. Para ahli etologi memfokuskan pada mekanisme proksimat, tetapi dengan mengarah pada hubungan genetik dengan perilaku serta dengan ciri adaptif perilaku tersebut, suatu orientasi yang membantu menghubungkan biologi perilaku dengan evolusi dan ekologi.


Ekologi perilaku menekankan hipotesis evolusioner: sains sebagai proses
Evolusi merupakan tema inti biologi, dan sekarang kajian perilaku dalam suatu konteks ekologi menekankan penjelasan evolusioner (ultimat). Karena seleksi alam bekerja pada variasi genetik yang sangat besar jumlahnya, yang dibentuk oleh mutasi dan rekombinasi, kita berharap organisme memiliki sifat-sifat yang akan memaksimalkan perwujudan genetiknya dalam generasi yang akan datang. Jika diterapkan pada perilaku, konsep ini berarti bahwa kita mengharapkan hewan berperilaku dengan cara-cara yang memaksimalkan kelestaian hidupnya. Contohnya perilaku makan sangat mungkin mengoptimalkan perolehan energi, dan pilihan pasangan kawin yang sehat cenderung memaksimalkan jumlah keturunan yang sehat.

Kicauan burung berkicau
Secara sepintas kicauan burung sama suaranya, tetapi dengan mudah dapat dibedakan ketika dianalisis dengan suatu spektograf (lihat gambar di bawah).

Kicauan burung

Tiga sonogram atau voiceprint menunjukkan grafik frekuensi suara (yang dipersepsi sebagai nada tinggi) terhadap waktu. Yang ditunjukkan disini adalah empat jenis kicauan yang berbeda dari satu jantan cowbird berkepala cokelat. Kicauan pada (a) sangat berbeda dan dengan mudah dibedakan dari tiga kicuan yang lain, yang akan terdengar mirip oleh kita, tetapi kemungkinan tidak demikian bagi burung. Individu cowbird umumnya memiliki tiga sampai enam jenis kicauan, akan tetapi spesies lain mamiliki lusinan atau bahkan ratusan jenis.

Suatu kicauan dapat meningkatkan kelestarian hidup, karena kicauan membuat burung jantan yang lebih tua dan yang lebih berpengalaman menjadi lebih menarik bagi burung betina (lihat gambar dibawah).


Burung berkicau (warbler) betina lebih memilih jantan
dengan jenis kicauan yang banyak.

Sedgewarbler jantan dengan jenis kicauan yang lebih banyak menarik burung betina, untuk berpasangan lebih awal dan juga lebih sering pada musim kawin, dibandingkan dengan burung jantan yang kicauannya lebih sedikit. Dengan demikian, adalah mungkin bahwa burung betina lebih memilih kicauan yang lebih banyak. Burung jantan dengan kicauan yang lebih banyak menguntungkan untuk berpasangan lebih awal karena perkawinan lebih awal cenderung lebih berhasil dibandingkan dengan perkawinan pada akhir musim.



BIOLOGI PERILAKU

Pengantar Perilaku dan Ekologi Perilaku

1. Perilaku dihasilkan oleh gen dan faktor-faktor lingkungan
2. Perilaku bawaan bersifat tetap dari sisi perkembangan
3. Etologi klasik merupakan awal dari pendekatan evolusioner terhadap biologi perilaku
4. Ekologi perilaku menekankan hipotesis evolusiner: sains sebagai proses


Pembelajaran

1. Pembelajaran adalah modifikasi perilaku yang didasarkan pada pengalaman
2. Penanaman (imprinting) adalah pembelajaran yang terbatas pada suatu periode waktu kritis
3. Banyak hewan dapat belajar mengasosiasikan satu stimulus dengan stimulus yang lain
4. Praktek dan latihan dapat menjelaskan dasar utama permainan

Kognisi Hewan

1. Kajian kognisi menghubungakan fungsi sistem saraf dengan perilaku
2. Perpindahan dari suatu tempat ke tempat lain seringkali bergantung pada pengkodean internal hubungan spasial
3. Kajan tentang kesadaran menimbulkan suatu tantangan unik bagi saintis

Perilaku Sosial Dan Sosiologi

1. Sosiobiologi menempatkan perilaku sosial dalam suatu konteks evolusioner
2. Perilaku sosial kompetitif seringkali menggambarkan pertandingan untuk mendapatkan sumber daya
3. Interaksi sosial bergantung pada cara komunikasi yang beraneka ragam
4. Konsep kelestarian hidup inklusif dapat menjadi penyebab sebagian besar perilaku altruistik
5. Sosiobiologi menghubungkan teori evolusi dengan kebudayan manusia